Seolah-olah telingaku ialah sakramen, orang banyak
muncul, muncul di depan mereka. Untung saja
kupunya telinga besar nan elok.
Dalam dan berongga.
Ukuran pinggul dan payudara mencuat.
Di sinilah tiba seorang kesepian. Dia menginginkan suamiku.
Di sinilah tiba ibu rumah tangga. Dia telah menikah, teramat dingin.
Ketika ia tak hadir, ia belajar bahasa,
mengembara.
Lesbian? Alpa sama sekali. Kendati
aku bisa saja memerkosanya. Bila baik-baik saja,
Telingaku gembira sendiri. (Besar seperti mereka.)
Wanita feminin kuabaikan.
Maupun laki-laki. aku berlalu
kepada mereka.
Namun yang mereka inginkan sekadar telingaku.
Dan mulut? Pembicara tiada henti.
Dan telingaku? Telingaku bisu.
Kuganti hanya antingku dari waktu ke waktu.
Telingaku milikku.
(Translated by Satrio Hadi Wicaksono)