Seseorang telah menukar lembar pertama dari kehidupannya dengan ingatan yang terbakar dan tak mungkin dikenali.
Seseorang telah kehilangan jati dirinya di jalan dan tak lagi bisa pulang ke rumah.
Sudah beribu kisah semacam itu yang mewarnai keseharian kita dan tak membuat kita bergeming.
Kita terlalu sibuk dengan kesibukan itu sendiri. Kita tak bisa lagi membedakan warna kulit kita dari ingatan yang telah lapuk termakan cuaca.
Kita telah menjadi seorang pendengki yang membenci segala sesuatu. Kita menjadi amat pemarah, bahkan kepada orang-orang yang dulu pernah kita cintai.
Kita telah terperangkap dalam labirin yang lebih rumit dari pikiran yang kusut oleh carut-marut kehidupan, rumah yang tak memiliki pintu masuk atau jendela tertutup yang tak pernah menerima cahaya.
Kita telah menjadi saling asing dengan diri sendiri dan juga tetangga. Jalan-jalan menuju desa telah tertutup alang-alang liar. Kampung tak lagi berpenghuni. Perigi dan sumur telah lama membatu. Pasar-pasar telanjur lengang dari pengunjung dan sekolah-sekolah dibubarkan karena kehilangan murid-muridnya.
Pikiran kita menjelma semak belukar yang dipenuhi onak berduri. Entah sampai berapa lama kita bakal terperangkap dan terkurung di dalamnya?
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem