Dengan lafaz Bismillah,
Lahirlah sebuah cerita,
Cerita tentang duka lara,
Si Majnun yang hina,
Apakah aku seorang gila?
Atau hanya anggapan saja?
Bukan dari rahim ibu aku terbit,
Tetapi dari rahim sepi yang azali,
Darahku bukan merah,
Melainkan sunyi yang pekat dan abadi.
Aku dilakar oleh takdir yang muram,
Dibentuk oleh bisu malam yang tak berhujung,
Tangisku bukan jeritan anak kecil—
Tapi dengus jiwa yang dikhianati waktu.
Tiada buaian menyambut kehadiranku,
Hanya ruang yang dingin dan tanpa nama,
Langit waktu itu menutup matanya,
Dan bumi lupa mencatat kelahiranku.
Akulah Majnun,
Anak kepada kehilangan,
Pewaris kepada sunyi yang tak bersudut,
Keturunan malam yang tidak mengenal pagi.
Aku tumbuh di balik kabus bisu,
Dengan bayang sebagai sahabat setia,
Setiap hela nafasku adalah puisi tak bertuan,
Yang ditulis dengan tinta luka dan debu kerinduan.
Inilah mula segalanya—
Saat dunia tidak peduli,
Dan sepi memilihku menjadi nadi,
Agar aku hidup, bukan untuk dimengerti,
Tetapi untuk menjadi saksi—
Bahawa kesunyian pun tahu melahirkan pujangga.
This poem has not been translated into any other language yet.
I would like to translate this poem